Monday, January 14, 2013

The Unfinished Sagas: Kisah-kisah yang Gagal di Layar Lebar

Saya sedang browsing di web majalah kesayangan, Cinemags, ketika menemukan sebuah artikel menarik. Artikel itu tentang serial-serial yang ketika diangkat menjadi film Hollywood, ternyata tidak menuai kesuksesan sehingga seringkali tidak ada kelanjutan sekuelnya (>_<). Di sini saya sampaikan bahwa saya mendapat daftar dan informasi unfinished sagas ini dari Cinemags, tetapi mengenai isi kritik dan curhat adalah original saya sendiri.

Mari, kita lihat kisah-kisah serial buku yang tidak beruntung di dunia film ini. Dari daftar aslinya yang saya dapat dari link di atas, saya hanya akan membahas beberapa kisah yang saya sudah baca bukunya dan nonton filmnya - yang sialnya hampir SEMUA di daftar itu saya tahu. Berikut adalah pembahasannya, mulai dari adaptasi yang paling mending hingga yang paling epic failure menurut saya.

4. Chronicles of Narnia
Serial Sumber: Chronicles of Narnia by C.S. Lewis (terdiri dari 7 buku)
Film : Tiga film dari tiga buku pertamanya (hingga saat ini)

Siapa sih penggemar buku (fantasi) yang tidak tahu Chronicles of Narnia. Film pertama dari serial Narnia, The Lion, the Witch, and the Wardrobe dapat dikategorikan sukses besar, baik secara finansial, kualitas, hingga kepuasan fans. Bahkan, tidak sedikit penonton filmnya yang beralih dan penasaran untuk membaca bukunya juga (termasuk saya!). Tidak sedikit penikmat film maupun buku yang yakin Narnia dapat mengikuti kesuksesan Harry Potter dan Lord of the Rings.

Lalu, bagaimana dengan film selanjutnya? Pendapat pribadi saya: Prince Caspian adalah film yang baik, banyak pengembangan dari bukunya, seperti film pertamanya. Pengembangan ini penting sekali untuk film Narnia karena kisah di bukunya sendiri sangat sederhana dan kadang membingungkan sehingga perlu penjelasan lebih lanjut. Hanya saja, jika pengembangan di film pertama terasa sangat pas, pengembangan di Prince Caspian terasa berlebihan dibeberapa bagian. Akibatnya, film ini terasa jauh lebih gelap daripada film pertama. Membuat daya tariknya berkurang hingga SETENGAHNYA menurut saya. Dan kelihatannya, penikmat film dan buku lainnya setuju dengan saya karena penurunan finansialnya cukup tajam. Tragis sekali, padahal saya pribadi berpendapat dari segi buku, buku kedua ini jauh lebih menarik daripada buku pertama.

Lalu, bagaimana film ketiga? The Voyage of the Dawn Treader. Bagus-bagus-bagus, dari sisi pengembangan. Bagaimana film ini menambah banyak unsur untuk membuat cerita makin fokus dan genting (tujuh pedang, pulau kegelapan, dll). Visualisasi ujung dunia juga bagus sekali. Pengembangannya terasa sangat pas sebenarnya. Tapi kenapa gaung Narnia justru semakin tak terdengar setelah film ini?

Sebenarnya, saya juga tidak dapat memahami masalah yang satu ini. Konon, buku ketiga ini adalah yang paling populer karena unsur petualangannya. Saya juga menikmati bukunya, dan filmnya juga lumayan. Hanya saja, jujur saya tidak merasakan unsur petualangan dari bukunya dan unsur WAH yang saya rasakan dari film pertamanya. Jangan tanyakan kenapa. Saya tidak dapat memberi penjelasan detail tentang ini karena saya bukan kritikus film.

Sebagai fans, mungkin ada satu jawaban yang bisa saya berikan. Ketika membaca bukunya, saya sangat excited pada The Lion, the Witch, and the Wardrobe, Prince Caspian, The Horse and His Boy, Magician's Nephew. Silver Chair lumayan juga. Dari daftar favorit itu saya menemukan sebuah kesamaan: Pertama, Pevensie bersaudara lebih baik lengkap (kita paham bahwa Narnia dapat dikatakan tidak ada tokoh utama yang sama di keseluruhan seri). Kedua, faktor villain-nya!!!!

Sang penyihir putih, Jadis, adalah best villain in all Narnian books. Dua kali ia menjadi villain utama, saya merasa kedahsyatannya. Satu-satunya villain yang (dapat dikatakan) menandingi Aslan. Pertama, di buku maupun film the Lion, the Witch, and the Wardrobe (ada yang berani protes?). Kedua, di Magician's Nephew, dimana ditujukan bahwa Jadis memang ancaman Narnia bahkan sejak Narnia baru diciptakan (oh, yeah!)

Informasi yang saya dapatkan dari berbagai sumber menyatakan bahwa film Narnia selanjutnya (jika berhasil ada) adalah film dari Magician's Nephew. Jika film ini berhasil ada, dan cukup sukses juga, maka rumusan saya akan cukup terbukti mengingat porsi Jadis dan Aslan cukup besar disini. Mari kita harapkan pengembangan yang baik.

3. The Golden Compass

Serial Sumber: His Dark Materials oleh Philip Phulman
Film : film dari buku pertamanya, The Golden Compass

Sebagai seorang pembaca dan penikmat film, aku jujur sangat menikmati film the Golden Compass dibandingkan bukunya. Visualisasi dari berbagai hal yang tidak kumengerti di bukunya dapat berjalan baik. Penjelasannya berbagai istilah dan konsep juga bagus sekali (seperti penjelasan tentang daemon dan Debu), singkat dan tepat sasaran. Para penyihir, para beruang, wilayah kutub, juga pas sekali. Hanya saja, sayang sekali endingnya belum sampai bagian dimana Lyra menyeberang dunia lewat jembatan (karena pasti jika seperti itu akan mendorong sekuel, padahal filmnya belum tentu sukses).

Jadi, kenapa kita tidak mendengar gaungnya? Atau kemungkinan sekuel (karena jujur aku ingin melihat Will dan Pisau. Yah, Pisau itu dapat dibilang artifak terpenting). Alasan pertama dan paling utama, aku yakin adalah faktor kontroversial buku ini. Yah, sang penulis adalah seorang ateis, jadi hal itu sangat tercermin di bukunya. Ini adalah kisah dimana para makhluk menantang Tuhan (well, ekstremnya begitu sebenarnya). Walau dijabarkan bahwa tidak seluruh Kerajaan Surga itu buruk, bahwa itu adalah kesalahan sang Regent, tetap saja, unsur anti-agamanya sangat kuat sekali (terutama di buku kedua dan ketiga). Aku dapat membayangkan penentangan yang sangat kuat dari berbagai pihak untuk menghentikan film ini, karena walaupun filmnya jelas-jelas lebih halus, pasti orang penasaran ingin membaca bukunya.

Dan ngomong-ngomong, aku tidak bisa menemukan His Dark Materials edisi bahasa Indonesia lagi di Gramedia dan berbagai toko buku!!! Ada yang bisa lapor jika ketemu? Aku sudah punya lengkap tapi tetap penasaran apakah di Indonesia resistensinya juga besar atau tidak.

2. Dragon Ball

Serial Sumber: manga Dragon Ball oleh Akira Toriyama
Film : adaptasi live, Dragonball: Evolution

Siapa yang nggak kenal manga Dragonball. Sesepuh dan tolak ukur nyaris semua manga Shonen ini sudah begitu melegenda di dunia manga dan anime. Dragonball adalah inspirasi manga terpopuler belakangan ini, sebut saja Big Three: One Piece, Bleach, dan Naruto. 

Mungkin sudah karakter sebagian besar manga, nyaris semua adaptasi live-nya selalu bermasalah. Baik dipermasalahkan oleh fans maupun penikmat film. Dragonball juga mendapat kritik serupa. Bahkan, pembuatan sekuelnya sudah ditolak habis-habisan oleh fans manga dan animenya. 

Kesalahan utama dari Dragonball: Evolution adalah penghapusan berbagai unsur utama yang ada di manga. Ini termasuk dengan keceriaan, kisah ringan, dan komedi yang sangat kental di manga maupun animenya. Sebagai sebuah kisah manga yang demikian melegenda dan mengakar, tidak mungkin fans dapat menerima perubahan mendasar seperti (yang paling utama) karakter tokohnya. Karakter tokoh di manga adalah sesuatu yang tdaik dapat diutak-atik karena manga memili keunggulang gambar yang dapat mematri karakter tokoh-tokoh tersebut di benak pembaca. Apakah anda dapat membayangkan Goku atau Kuririn sebagai karakter yang serius. Membayangkannya saja mual, apalagi waktu saya menontonnya. The Last Airbender saja jelas lebih baik. Paling tidak, pemilihan karakter Aang nggak main-main (-_-).


1. Eragon

Serial Sumber: Inheritance Cycle oleh Christopher Paolini
Film : Eragon, film bedasarkan buku pertamanya.

Aku masih mengerang setiap ingat tragedi mengerikan ini. Kita tahu betul bahwa film yang satu ini awalnya digadang-gadangkan sebagai the next Lord of the Rings. Jika Narnia nyaris dapat memenuhi ekspektasi itu lewat film pertamanya, inilah apa yang dapat dikatakan sebagai epic failure yang benar-benar tragis mengingat novelnya sukses berat. Seberapa fans-nya penggemar, mustahil kami sudi mengeluarkan uang untuk menonton film yang malah menghancurkan semua keindahan yang dibuat Paolini di novelnya. Lebih lagi, yang dihancurkan adalah novel pertama yang disebut-sebut sebagai novel yang paling fresh, penuh petualangan, penasaran, dll dari keseluruhan tetralogi ini.

Aku tidak peduli dengan apapun di film ini. Hanya bagian awal yang pantas untuk saya ingat. Pertempuran di Farthen Dur juga (?). Entah kenapa saya tak mau menikmatinya, mungkin karena sudah keburu mual dengan keseluruhan filmnya. 

Masalah di film ini adalah walaupun terlihat belajar banyak dari film Lord of the Rings (pemandangan visual, dll), para pembuat film ini justru TIDAK mengambil pelajaran terpenting dari Peter Jackson; kesetiaan terhadap kisah aslinya!!!!!!!!! Peter Jackson mampu mengadaptasi novel yang tebalnya gileee itu dengan apik dan pas sekali. Pasti tidak semua cerita dapat masuk, tapi sesuaikan. Detail kecil-kecil yang cuma disadari fans juga dapat kita temukan. Contohnya; lambang Gondor (liat deh, baju besi yang ada tujuh bintangnya cuma punya Aragorn, punya penjaga lain atau Faramir waktu itu belum ada), singgasana di Minas Tirith, dll. Luar biasa memang jika sutradarany itu fans kisah aslinya. Tapi kita juga bisa lihat Harry Potter yang walaupun tebalnya juga gileeee itu tetap lumayan dapat diadaptasi dengan baik.

Benar-benarnya membuat ngamuk film ini. Mulai dari Galbatorix yang sudah nongol, karakter Eragon, Ra'zac, Murtagh, Arya. Mau berapa unsur penting film ini dihilangkan. Adegan waktu Eragon waktu bertemu Murtagh itu, yang tertingat di kepalaku langsung waktu Aragorn pertama muncul di Kuda Menari. Oh, ya ampun!!!

Jika ada satu sisi baik di film ini: itu adalah Saphira. Sialnya, bagaimana hubungan dan karater Saphira justru tidak dikembangkan dengan baik, tapi aku tidak dapat menolah CGI Saphira yang bagus banget. Terasa sangat elegan dan manusiawi (untuk ukuran naga). 

Mungkin kami terlalu kejam men-judge film ini karena sudah membaca bukunya. Belajar dari pengalaman: opini menonton film sesudah dan sebelum membaca buku bedanya dapat sangat-besar-sekali.

Danger Alert! : Percy Jackson

Serial Sumber: Percy Jackson & the Olympians oleh Rick Riordan.
Film: Film dari buku pertama; The Lightning Thief.

Saya masukkan film yang satu ini dalam kode: BAHAYA. Walaupun sudah positif akan ada film kedua, the Sea of Monster, tetap saja penerimaan film ini kurang baik. Sekali lagi, sama seperti Eragon, masalahnya adalah pada adaptasi Chris Columbus yang memodifikasi besar-besaran ceritanya. Sangat besar-besaran, malah. Kita tentunya paham bahwa beberapa dilakukan untuk mengantisipasi jika sekuel tidak jadi dibuat. Tapi apakah harus sepesimis itu? Pirates of the Caribbean saja disiapkan untuk ada sekuelnya, dengan menambahkan sub-judul. Padahal pebuatan film itu tidak ada basis fans yang sekuat Percy Jackson. Sedangkan Percy Jackson yang ceritanya jelas-jelas serial dan punya fans segudang malah beginilah.

Mau didata?:  
  1. Deskripsi Perkemahan Blasteran kita tercinta, kenapa malah jadi kamp militer abad pertengahan begini??? Bukankah seharusnya berbentuk perkemahan musim panas dengan sistem asrama untuk tiap keturunan dewa. Deskripsi perkemahan ini malah lebih cocok untuk deskripsi Perkemahan Jupiter (Demi Zeus! emang kita bakalan pernah sampai ke sana??)
  2. Usia Percy, Ramalan Besar, sistem kabin, karakter Grover dan Annabeth, Ares dan Hades, dan berbagai hal penting lain yang berani-beraninya Chris Columbus mengubah itu semua. In benar-benar merusak kemungkinan sekuelnya. Maksudku, usia Percy 16 tahun itu titik nadir bin kritis keseluruhan serial ini, oh ya ampun.
  3. Kronos. Tidak ada dia. Terkutuklah semua yang membuat ceritanya.
  4. Para dewa!!!! Berani-beraninya digambarkan seperti itu. Para dewa seharusya keren karena itulah keutamaan serial Percy Jackson; Ares yang jadi pengendara motor, Apollo yang naik mobil sport dan mendengarkan musik, dll.
Atau itulah opiniku jika menontonnya setelah membaca bukunya. Akan tetapi, aku merasa sangat beruntung karena aku menonton filmnya sebelum membaca bukunya kali ini. Aku sangat terhibur filmnya dan segerla lari ke toko buku terdekat untuk memborong kelima buku ini sekaligus. Jadi, begini kondisinya. Opiniku ketika menonton sebelum membaca buku: WOW Keren banget. Opininku ketika menonton setelah membaca buku: SIALAN!! Mau kulempar pake sepatu atau apa? Jadi perbedaannya terasa sekali. Mungkin karena kualitas bukunya yang luar biasa sekali.

Kalau ada yang kusukai lebih bagaimana hubungan orang tua-anak antara para dewa dan demigod yang terlihat JAUH lebih dekat di film ini. Aku terbelah di sini. Di sisi lain, aku sangat menyukainya. Akan tetapi, di sisi lain aku sadar ini cedera fatal untuk ketepatan film dengan buku dan dengan mitologi aslinya.

Let's see: The Mortal Instruments: City of Bones
Serial Sumber: The Mortal Instrumenst oleh Cassandra Clare
Film: Coming soon; City of Bones

Belum rilis memang filmnya, tapi ekspektasi orang-orang terhadap film ini sangat tinggi. Dibandingkan dengan YA story lain, seperti Twilight series, The Mortal Instruments memang lebih potensial untuk menjadi film yang sukses. Gabungan antara YA story, fantasi keren dan pertarungan epik ala Pemburu Bayangan, dasar mitologi yang lumayan keren, seharusnya semua menjadi racikan film yang dahsyat.

Jadi kita tunggu saja Juli 2013 nanti. Apakah masuk daftar serial adaptasi yang sukses atau masuk daftar serial adaftasi yang tidak selesai. Jika sukses besar, dijamin kita bakalan franchise film baru, karena ada 6 buku The Mortal Instruments dan 3 buku The Infernal Devices.










Artikel Terkait :




No comments:

Post a Comment