Thursday, July 25, 2013

The Untold Story of Sherlock Holmes: THE HOUSE OF SILK

Pertama kali dalam sejarah, setelah 125 tahun, ahli waris Sir Arthur Conan Doyle akhirnya mengakui satu-satunya novel seri baru Sherlock Holmes. Maka, sekali lagi, petualangan dimulai.


Siapa penikmat kisah detektif yang tidak kenal nama Sherlock Holmes. Serial Sherlock Holmes karya Sir Arthur Conan Doyle tak dapat dipungkiri merupakan acuan dan referensi hampir semua kisah detektif yang ada di dunia. Walaupun secara kronologis kisah Sherlock Holmes berakhir dengan Salam Terakhir (The Last Bow), Sherlock Holmes masih tetap berkali-kali diadaptasi dalam berbagai kisah baru, baik dalam wujud novel, atau bahkan film (jangan sampai blogku ini mulai ngoceh tentang film bioskop terbaru Sherlock Holmes by Robert Downey atau serial TV by Benedict Cumberbatch!).

Walaupun ada begitu banyak adaptasi kisah Holmes, para fans tetap menyadari bahwa cerita resmi Holmes sudah berakhir. Semua kisah baru Sherlock masih dapat kita nikmati, tetapi bagaimanapun juga kita sadar bahwa itu bukan, dan tidak akan pernah, menjadi kisah Holmes yang sebenarnya.

Dengan perasaan seperti itu, bagaimana perasaan Anda sebagai Sherlockian ketika menemukan sebuah novel kisah baru Sherlock Holmes dengan kalimat pembuka seperti di atas? Sebuah kisah resmi Sherlock Holmes yang baru, ditulis soleh penulis hebat Anthony Horowitz, dengan begitu menghargai gaya menulis Conan Doyle. Kisah petualangan Holmes dan Watson menguak rahasia Rumah Sutra. 

Satu tahun sudah berlalu sejak Holmes ditemukan di rumahnya di Downs, terbujur diam dan kaku, sosok menakjubkan itu bungkam untuk selama-lamanya. Ketika mendengar berita itu, kusadari bahwa aku bukan hanya kehilangan sahabat dan pendamping terdekatku, tapi dalam banyak hal juga kehilangan alasan utama keberadaanku.

Di masa senja hidupnya, Watson mengenang kembali masa lampaunya bersama Sherlock Holmes, ketika mereka berdua bersama-sama menjelajahi pusaran dunia kriminal London. Rasa kesepian dan kerinduan sudah merupakan teman akrabnya, terutama di masa-masa dimana perang berkecamuk seperti ini. Akan tetapi, justru pada saat seperti inilah Watson memutuskan mengangkat pena untuk terakhir kalinya. Menuliskan kisah terakhir Sherlock Holmes yang ia wariskan kepada kita, masyarakat yang hidup seratus tahun sejak masa hidup Holmes.

Jadi, sekali lagi, petualangan dimulai. The game's afoot. 


London 1908. Baker Street 221 B.
Kisah ini dimulai pada akhir November, tahun 1908. London sedang dicengkram musim dingin yang kejam. Watson sedang mengunjungi sahabat akrabnya, Sherlock Holmes, di rumah lama mereka di Baker Street. Reuni mereka dikejutkan oleh kehadiran seorang pria bernama Edmund Carstairs, seorang penjual benda-benda seni yang mengaku diancam oleh seorang penjahat dari wilayah Amerika. Penjahat itu diduga sebagai anggota Geng Topi Pet, salah satu geng perampok paling dikenal di wilayah Boston. 

Dalam suatu kejadian, Geng Topi Pet bertanggung jawab terhadap pengrusakan sekelompok karya seni luar biasa yang sedang dikirimkan oleh Edmund Carstairs ke pembelinya, seorang kaya dan terpandang bernama Cornelius Stillman. Kemarahan akibat kejadian itu membuat Carstairs dan Stillman bekerja sama untuk membasmi geng tersebut. Sekelompok orang yang mereka sewa berhasil membunuh nyaris seluruh anggota geng tersebut, kecuali salah satu pimpinannya, Keelan O'Donaghue. Sebelum Carstairs kembali ke Inggris, ia mendengar kabar bahwa Stillman dibunuh oleh seorang bertopi pet. Carstairs yakin sepenuhnya bahwa orang itu adalah Keelan O'Donaghue, yang menuntut balas untuk nyawa rekan-rekannya dan saudara kembarnya.

Setelah beberapa bulan berlalu, Carstairs melihat seorang pria misterius bertopi pet yang mengikutinya. Puncaknya adalah pada suatu petang dimana pria itu tiba-tiba menemuinya dan memberinya sepucuk kertas yang mengajaknya datang ke sebuah pertemuan. Pria itu tidak pernah datang ke pertemuan tersebut. Rasa penasaran dan khawatir mendorong Carstairs datang untuk berkonsultasi dengan Holmes, yang disambut Holmes dengan senang hati.

Keesokan harinya, terjadi sebuah perkembangan baru. Sebuah pencurian terjadi di rumah Edmund Carstairs. Pencurian ini mendorong Holmes dan Watson mengunjungi Carstairs. Di rumah itu mereka juga bertemu dengan istri Edmund, Catherinde, dan Eliza, kakak Edmund yang tidak menyukai Catherine. Pencurian ini mendorong Holmes untuk mencari informasi dengan memanfaatkan salah satu informas terpercayanya, pasukan anak-anak jalanan yang dikenal sebagai Laskar Jalanan Baker Street.

Anak jalanan yang berhasil menemukan petunjuk yang dicari oleh Holmes adalah seorang bocah lelaki bernama Ross. Bocah itu berhasil mengarahkan Holmes, Watson, dan Carstairs ke sebuah hotel dimana mereka akhirnya memang berhasil menemukan pria Amerika yang mereka cari. Akan tetapi, pria yang mereka temukan itu telah tewas dengan sebuah pisau menancap di lehernya. Sikap aneh Ross saat menemui mereka di depan hotel membuat Holmes dan Watson yakin bahwa Ross mengetahui sesuatu yang tidak ia katakan. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk menemui Ross lagi. Akan tetapi, sebuah kabar mengejutkan lain menunggu mereka: Ross menghilang. 

Dalam usaha mencari Ross yang diyakini memegang informasi penting, Holmes dan Watson mendatang Sekolah Chorley Grange untuk Bocah Laki-laki, sebuah sekolah untuk anak jalanan yang dahulu ditingali Ross. Di tempat itu, mereka berhasil mengetahui keberadaan kakak perempuan Ross, Sally. Usaha Holmes dan Watson untuk berbicara dengan Sally gagal karena dengan sangat ketakutan Sally menyerang mereka karena mengira mereka berasal dari Rumah Sutra; dan datang menemuinya untuk mengejar Ross.

Rumah Sutra. Kedua kata itu diucapkan dengan penuh ngeri oleh Sally Dixon. Penyerangan yang ia lakukan menunjukkan bahwa apapun arti Rumah Sutra itu, keberadaan sedemikian mengancam bagi Sally yang berusaha melindungi adiknya. Rasa penasaran mendorong Holmes dan Watson melakukan penelitian. Akan tetapi, semua itu hanya bermuara pada sebuah kejadian mengerikan: Ross ditemukan terbunuh dengan sangat mengenaskan. Di tangannya yang tercabik dan berlumuran darah, sebuah pita sutra diikatkan; sebuah pesan peringatan.

Tanpa mereka sadari, Holmes dan Watson telah tercebur ke sebuah kriminal tingkat tinggi; Rumah Sutra. Entitas misterius yang sedemikian mengerikan dan menjijikkan, berpotensi mencabik-cabik tatanan masyarakat, jauh lebih kuat dan berbahaya daripada apapun yang pernah ditemui Holmes sebelumnya, dan terkait langsung dengan pihak atas pemerintah. Dalam kasus inilah, Holmes dan Watson harus saling bekerja sama untuk menyelesaikan sebuah misteri yang sedemikian berbahaya, ketika lawan mereka mungkin adalah struktur masyarakat dan pemerintah sendiri ....

Opini pertamaku setelah membaca buku ini: Betulan buku ini bukan tulisan Conan Doyle? Gaya menulisnya benar-benar membuatku merasa nostalgia dengan semua kanon resmi Sherlock Holmes. Cara penulisan dan penggambaran karakter sangat sejalan dengan tulisan Conan Doyle. Bravo, Mr. Horowitz! Setelah sekian lama dicekoki oleh adaptasi baru cerita Holmes, aku baru sadar bahwa Holmes yang ada di ingatanku perlahan sudah bergeser dari karakter Holmes yang sebenarnya. Adaptasi terbaik kisah Holmes yang pernah kulihat sekalipun (Serial TV BBC Sherlock!) pun ternyata memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam penggambaran karakter Holmes. Buku inilah yang berhasil mengembalikan pandanganku terhadap Holmes yang sebenarnya, back to its root.

Aku membaca edisi terjemahan, jadi aku merasa gaya tulisan dan penceritaan buku ini sangat selaras dengan gaya Conan Doyle yang sudah kubaca di kanon resmi. Akan tetapi, konon menurut pendapat teman-teman yang membaca edisi aslinya, persamaan itu bahkan lebih terasa lagi karena Horowitz berusaha mempertahankan gaya-gaya dan pilihan kata yang suka digunakan Doyle, contohnya penggunaan will not daripada won't yang sekarang lebih umum digunakan. 

Walaupun ada beberapa perbedaan, tetap saja nyaris semua fans menghormati usaha Horowitz ini. Jika ada perbedaan utama (yang lumayan penting) antara novel ini dengan kanon resmi karya Doyle adalah PANJANG KISAHNYA. Doyle memang tidak akan pernah menulis sebuah kisah sepanjang ini. Itu salah satu keunggulan utama kanon resmi. Kita tidak sempat bosan sehingga tiap cerita terasa sangat menarik. Seingatku, kisah terpanjang di kanon resmi adalah Hound of Baskerville dan Valley of Fear (ini salah satu favoritku soalnya satu dari sedikit kanon resmi dimana Moriarty terlibat!). Novel ini memang panjang untuk ukuran kisah Holmes, tetapi jangan lupa bahwa sebenarnya buku ini berisi DUA kasus yang sedemikian terkait.

Kisah di novel ini juga banyak menyerempet dan menyebut-nyebut kisah-kisah kanon resmi Holmes. Contohnya, dengan gamblang Watson menceritakan bahwa kisah ini terjadi setelah kasus yang berhubungan dengan penyakit demam misterius (aduh, aku lupa detailnya! Buku Holmes-ku lupa kuletakkan dimana). Lalu, kita bertemu lagi dengan dr. Percy Trevelyan (dari kasus Misteri Pasien Rawat Inap) yang memiliki peran penting di novel ini. Nah, walaupun usaha Horowitz ini mendapat banyak apresiasi, banyak juga yang berpendapat bahwa Horowitz terlalu berusaha memaksakan diri karena Doyle sendiri sangat jarang melakukan itu pada kanon resminya.

Lalu, apa aku sudah menyebutkan tentang Moriarty? Yup, M-O-R-I-A-R-T-Y. Nyaris tidak ada adopsi kisah Holmes tanpa kemunculan sang archenemy ini, termasuk kisah baru Holmes ini. Sebuah pendekatan yang sangat luar bisa digunakan Horowitz dalam memunculkan karakter Moriarty di buku ini. Betapapun kita ingin Moriarty menjadi sang villain utama, ingatlah bahwa di kanon resmi ia hanya benar-benar muncul di The Final Problem. Di kisah itu dijabarkan dengan jelas bahwa Watson belum pernah bertemu atau mendengar tentang Moriarty sebelumnya. Nah, Horowitz menggunakan sudut pandang Watson dan menceritakan bagaimana ternyata Watson sudah pernah bertemu Moriarty sebelumnya, hanya saja ia tidak pernah tahu siapa dia sampai akhirnya Holmes menggambarkan tentang dirinya. Ada juga sedikit gambaran Watson bagaimana ia tidak pernah bertemu 'pria misterius' itu lagi selain melihatnya sekilas di stasiun, dua tahun setelah kisah ini (yup, jelas Moriarty).

Aku merasa respekku meningkat terhadap Moriarty. Sebagai seorang master kriminal sekalipun, ia tetap memiliki beberapa aturan moral yang ia ikuti. Oleh karena itu, ia sangat membenci Rumah Sutra yang jelas-jelas mencabik nilai-nilai pribadinya. Percakapannya dengan Watson adalah bagian yang sangat kusukai dari buku ini. Sayangnya, aku benar-benar berharap bahwa ia memiliki peran yang lebih besar dalam membantu Holmes, entah dengan berusaha melepas Holmes dari penjara atau terlibat dalam hal apapun deh. Di novel ini, kemunculan Moriarty terkesan hanya sekedar muncul untuk memuaskan fans. Kunci yang ia berikan terbukti tidak berguna, walau kuakui informasinya kepada Watson dan pita sutra yang ia kirimkan kepada Holmes cukup berperan sih. 

Singkat kata, jangan mengaku diri Anda Sherlockian jika Anda belum membaca buku ini, entah untuk memuji atau menghujat. Kalau untuk saya, saya jelas memujinya. 

Namun, mungkin para Pembaca di masa depan akan lebih kebal terhadap skandal dan kebusukan jika dibandingkan dengan para Pembacaku. Kepada merekalah kuwariskan potret terakhir Mr. Sherlock Holmes, dan sudut pandang yang belum pernah tampak sebelumnya.

Artikel Terkait :




1 comment:

  1. Permisi gan Admin, kalo ada yang minat novel Sherlock Holmes ini silahkan kunjungi www.aksiku.com - toko buku bekas online, ini linknya: http://www.aksiku.com/2014/08/jual-novel-untold-story-of-sherlock.html

    Trims Min.

    ReplyDelete